Rabu, 22 April 2020

Arah Langkah

Saat ku arahkan langkah untuk bersua denganmu di Utara. Kau justru beralih ke arah selatan. Kenapa tak berbalik arah saja? Bukankah itu akan memudahkan kita untuk lebih cepat bertemu?

Catatan putih mengalun lembut dalam fikirku. Aku tak ingin menciptakan catatan gelap terhadap tindakanmu. Tidak, aku percaya bahwa dirimu tak ubahnya seperti langit. Selalu setia kepada mataharinya

Waktu kian bertambah, begitu pula dengan langkah. Sejauh jarak yang telah berlalu, kau tak pernah menoleh sedikitpun ke arahku. Bahkan saat langkahku terhenti, sebab salah satu kaki tertusuk duri. Atau saat diri ini hampir terperosok ke dalam jurang yang curam. Kau tetap acuh dengan langkahmu yang begitu angkuh

Ingin ku berlari. Namun, sepasang kaki yang telah berjalan tersendat ini seakan tak pernah mau merestui. Kau selalu ciptakan jarak dimana selalu ada saja tanaman berduri. Sebenarnya apa maksud dari semua ini? Bahkan untuk bertemu saja, kau harus membuatku tersakiti berkali-kali.

Langit semakin gelap. Cahaya sang surya mulai meredup di ufuk barat. Saat itu jua, aku mendapatkan semua jawaban. Ternyata selama ini aku salah. 

Sang langit itu…
Ia tak benar-benar setia kepada mataharinya. Ada suatu waktu dimana ia hanya akan berdua bersama sang rembulan. Dipandu dengan pijaran para bintang

Dan matahari itu,
Ia hanya bisa menerima garis takdir. Sebab sekuat apapun untuk melawan. Langit tak pernah bisa ia miliki seutuhnya. Tak pernah benar-benar ada untuk selalu bersamanya

-kala

0 komentar:

Posting Komentar

 
;